Rumah Dikuasai Suami Pengacara Ronald Tannur, Pemilik Dipidana

oleh -60 Dilihat
Kuasa hukum nenek Fransiska, Boyamin Saiman (kiri) dan Aris Eko Prasetyo (kanan). Foto: ist

RETORIS.COM: Jeratan dugaan pemalsuan surat terhadap nenek Fransiska dinyatakan kedaluwarsa. Boyamin Saiman, kuasa hukum terdakwa meminta agar hakim membuka berkas kontra memori kasasi.

Tuduhan pemalsuan surat oleh Linggo Hadiprayitno, suami Lisa Rachmat yang sebelumnya menjadi pengacara Ronald Tannur,
seperti yang didakwakan JPU, disebut sangat berkaitan dengan berkas kontra memori kasasi.

Kasus dugaan kriminalisasi terhadap seorang nenek-nenek ini terkuak setelah nenek Soeskah Eny Marwati alias Fransiska Eny Marwati duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Nenek Fransiska didakwa dugaan pemalsuan surat.

Kali ini, sidang digelar di Ruang Sidang Sari 2, PN Surabaya (18/6/2025) dengan agenda pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi terdakwa.

Sidang yang diketuai Majelis Hakim
Purnomo Hardiyarto mengagendakan pembacaan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi terdakwa.

Di depan Ketua Majelis Hakim Purnomo Hardiyarto, JPU Basuki Miryawan mengatakan, bahwa dugaan pemalsuan surat tersebut terjadi dalam rentang waktu antara Desember 1999 hingga Januari 2000. Meski terjadi lebih dari dua dekade silam, kasus ini baru diketahui dan dilaporkan pada Januari 2017 ke Polda Jatim, sehingga secara hukum belum dianggap kedaluwarsa.

“Hal ini merujuk pada Yurisprudensi Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 261/Pid/2014/PT.Bdg jo. Putusan MA No. 825 K/Pid/2014 tanggal 29 Oktober 2014, yang menyatakan bahwa kedaluwarsa dihitung sejak surat palsu diketahui dan digunakan,” kata Basuki.

Kasus ini berawal dari rumah milik nenek Fransiska yang berada di Jalan Kendalsari Selatan 2, Kelurahan Penjaringan Sari, Kecamatan Rungkut, Surabaya. Rumah yang sedianya hendak dijual itu rencananya akan dibeli oleh Linggo Hadiprayitno. Namun, ia meminta agar ia bersama istrinya Lisa Rachmat menempati rumah tersebut terlebih dahulu, dengan alasan kontrakannya sudah habis.

Nah, dari situlah kemudian persoalan ini muncul. Selain tak mau pindah dari rumah milik Fransiska, Linggo pada tahun 1995 malah mengajukan gugatan perdata.

Namun dalam gugatan perdata di PN Surabaya itu akhirnya dimenangkan oleh Fransiska, yang notabene memang sebagai pemilik rumah.

Sedangkan Pengadilan Tinggi Surabaya dalam putusannya pada 16 Mei 1997 dengan No. 729/PDT/1996/PT.Sby ternyata mengabulkan upaya banding dari Linggo.

Putusan banding tersebut telah diberitahukan kepada semua pihak. Namun lantaran Fransiska tidak berada di rumah itu, surat putusan banding itu dikabarkan diserahkan ke kelurahan oleh pengadilan.

Selang berjalannya waktu, Fransiska baru mengetahui jika adanya surat putusan banding yang dititipkan ke kelurahan. Hingga pada 1999, Fransiska melalui penasihat hukumnya, saat itu, Sudiman Sidabukke, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dengan melampirkan surat keterangan dari Kelurahan Ngagelrejo, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya, Nomor :
181/7704/402.09.01.02.04/99 yang menyatakan bahwa terdakwa belum menerima salinan putusan banding karena telah pindah alamat. Surat ini digunakan sebagai dasar untuk mengajukan kasasi meski telah melewati batas waktu yang sah.

Dan, Mahkamah Agung (MA) pada 4 Juli 2003 mengabulkan permohonan Kasasi Fransiska dalam perkara No. 2791 K/Pdt/2000 dan membatalkan putusan banding yang sebelumnya telah dimenangkan oleh Linggo.

Setelah Fransiska menang dalam putusan kasasi dan mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrach) mendadak Linggo mempersoalkan surat keterangan dari Kelurahan Ngagelrejo dengan Nomor: 181/7704/402.09.01.02.04/99. Fransiska pun dilaporkan ke Polda Jatim dengan tuduhan bahwa pihak kelurahan tidak pernah mengeluarkan surat tersebut. Hingga Fransiska dijerat dengan tuduhan menggunakan surat palsu untuk melakukan kasasi.

“Perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian hukum yang nyata bagi korban,” ujar jaksa dalam persidangan.

Fransiska didakwa melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan surat, yang yang ancaman pidananya maksimal enam tahun penjara.

Sementara, kuasa hukum Fransiska, Boyamin Saiman dan Aris Eko Prasetyo, usai sidang menanggapi keberatan JPU atas eksepsi terdakwa.

“Sebelum putusan sela, kami mengajukan permohonan keberatan kepada Majelis Hakim perkara a quo agar berkenan membuka berkas kontra memori kasasi perdata No. 2791 K/PDT/2000 jo. No 729/PDT/1996/PT.SBY jo. No. 584/Pdt.G/1994/PN.sby,” tegas Boyamin.

Boyamin mengatakan jika kontra memori kasasi sangat penting untuk mengungkap fakta materiil. “Dalam kontra memori kasasi perdata itu telah jelas dan terang benderang pelapor mengetahui surat keterangan dari kelurahan yang diduga palsu dan digunakan oleh klien kami untuk kasasi tahun 1999,” terang Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ini.

Jika memang surat itu palsu, lanjut Boyamin, harus ada pembanding dan harus dibuktikan dengan uji forensik. Karena selama ini tidak ada pembanding atau hasil Labfor (laboratorium forensik) atas surat tersebut.

“Kami tidak keberatan jika memang masuk pokok perkara, tetapi sebelumnya harus dilakukan uji pembanding. Apakah surat itu palsu atau tidak. Kan tidak bisa serta merta surat itu dikatakan palsu kalau tidak dilakukan uji forensik,” tambah Boyamin lagi.

Sedangkan, Aris Eko Prasetyo, kuasa hukum terdakwa lainnya juga menyatakan, bahwa jeratan menggunakan surat palsu, seperti yang didakwakan oleh JPU ialah kedaluwarsa. Pasalnya surat tersebut dilampirkan dalam memori kasasi yang diajukan pada 1999 lalu.

Sehingga, tambah Aris, hal itu sudah melampaui masa 12 tahun. Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 78 KUHP jo. Pasal 79 KUHP jo. Putusan MK Nomor : 118/PUU-XX/2022.

“Senyatanya dugaan membuat surat palsu dan atau menggunakan surat palsu terhadap terdakwa dalam perkara ini jelas telah daluwarsa. Karena surat keterangan tersebut digunakan dan dilampirkan dalam Memori Kasasi yang diajukan pada tahun 1999. Sehingga tentunya hal tersebut telah diketahui oleh pelapor selaku termohon Kasasi, maka jika dihitung dari tahun 1999, maka daluwarsa 12 tahunnya telah berakhir pada tahun 2011,” pungkas Aris. (Dwi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.