Server Sirekap disebut terkoneksi dengan Alibaba Group, KPU: Nggak!

oleh -1055 Dilihat

RETORIS.COM: Server Sirekap disebut tidak independen. Bahkan, tempat penyimpan data Pemilu 2024 itu dikabarkan telah terkoneksi dengan perusahaan Alibaba Group yang berada di Singapura.

Kabar tersebut mencuat setelah pencoblosan pada 14 Februari lalu. Dan, hal itu dibantah oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Komisioner KPU, Betty Epsilon Idroos, mengatakan bahwa server Sirekap berada di Indonesia. Kata dia, server Sirekap tidak terhubung dengan Alibaba Cloud.

“Enggak, servernya di Indonesia,” singkat Betty saat di gedung KPU, dilansir dari Tempo.

Namun demikian, Betty enggan menjelaskan terkait IP address yang diduga terhubung dengan Alibaba tersebut.

Diketahui sebelumnya, Roy Suryo mengatakan, jika keabsahan data dalam web tersebut perlu dipertanyakan. Saat publik meributkan C1 dengan hasil konversi di pemilu2024.kpu.go.id di situs, Roy Suryo mengaku mulai menelisiknya. Dari penulusurannya dia menemukan IP address 170.33.13.55. IP address itu milik perusahaan Alibaba Cloud.

Secara tekniks, kata Roy Suryo, Sirekap terhubung dengan web.kpu.go.id degan IP Address 170.33.13. Saat didalami alamat web itu terhubung ke Alibaba Singapura. Adapun, laman web pemilu2024.kpu.go.id, kata dia, terhubung dengan Zhejiang Taobao Network Co., Ltd.

Dikatakan Roy, Alibaba hosting umumnya dipakai perusahaan swasta untuk e-commerce. “Jadi data-data penting pemilu kita akan campur dengan jutaan data lain dan ini berisiko bocor. Atau kalau ada gangguan server, maka data pemilu jadi terganggu,” tegas dia.

Roy mengatakan bahwa banyak data e-commerce di Asia Tenggara disimpan di Alibaba. Jika data dalam server itu tercampur dengan berbagai data di luar negeri, maka data pemilih itu tidak bisa dikontrol. Termasuk data itu berpotensi disalahgunakan.

“Logikanya kita punya data penting, tapi kita tidak simpan sendiri. Kita simpan di orang lain. Artinya kita tidak akan tahu siapa saja yang akan mengakses itu,” ujar dia lagi

Roy juga mengaku terkejut karena server yang menampung data ratusan juta warga Indonesia itu terhubung langsung dengan perusahaan di Singapura tersebut. “Waduh! Kok berani-beraninya KPU mempertaruhkan data yang sangat krusial dalam kepentingan pemilu ini di luar negeri,” ungkap Roy.

Data pemilih, lanjut Roy, merupakan data yang sangat penting. Bahkan dia menuding, KPU sendiri tidak mengerti soal data itu. Dalam kasus rekapitulasi sementara dan banyak data yang keliru, komisioner KPU hanya menyampaikan akan dikoreksi.

Selain itu, KPU tak pernah sampaikan kepada publik soal lelang perusahaan yang akan menghimpun data pemilih ke Alibaba Cloud. “Sertifikasinya saja melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika. Saya terus terang mempertanyakan itu. Itu harus ada uji publik, dan kita tak pernah mendengar ada uji publik,” paparnya.

Uji publik itu tak hanya dilakukan di Jakarta. Hal itu harus dilakukan di semua daerah. “Satu sistem yang jalan di Jakarta belum tentu berjalan di 38 provinsi di Indonesia,” paparnya.

Berikutnya operatornya harus dipertanyakan. Apakah mereka mampu mengelola data tersebut. “Operatornya belum tersertifikasi kemudian kita pertaruhkan data publik ini kepada petugas yang belum tersertifikasi?” tanya dia.

Sehingga, ada kemungkinan berdampak pada penghitungan suara sementara yang dipublikasi melalui web KPU tersebut. “Yang terjadi sekarang kan begitu, angka 1 berubah menjadi 4, 78 berubah menjadi 780. Itu karena sistem dan orang (pengelola) tidak tersertivikasi,” tandasnya.

Dia mengatakan, bahwa sistem yang dipakai Sirekap mengunggah C1 plano, penghitungan suara pemilih itu sudah kuno. Meski berbasis optical character recognizer (OCR) dan optical mark reader (OMR) itu bukan hal baru. Embrio dari perangkat itu sudah ada semenjak 1914.

“Ironisnya KPU tak bisa memanfaatkan secara maksimal, bahkan bisa dibilang asal-asalan dan menimbulkan banyak kesalahan teknis,” tutur dia.

Kesalahan teknis itu dibuktikan dengan adanya jumlah suara C1 tak sesuai dengan hasil konversi melalui pemilu2024.kpu.go.id.

Menurut Roy, dari kasus konversi penghitungan suara yang dikritik banyak orang diduga ada unsur pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif. Sehingga ada penambahan suara pada pasangan calon tertentu. (Dc)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.